Perhiasan menjadi indikator untuk menilai seberapa mapan
seseorang di abad ini. Dimana-mana dibuka gallery
perhiasan mewah yang tak pernah sunyi dari pengunjung. Belum lagi ada banyak toko
perhiasan murah yang selalu ramai dengan pengunjung yang selalu tertarik untuk
menghabiskan waktu di sana. Aneka bahan perhiasan bisa dijumpai mulai dari
logam mulia, batu akik, bahkan karya kerajinan tangan yang indah. Kepemilikan
perhiasan bukan saja khas pada masyarakat ekonomi tingkat atas, mereka yang
dari kelas ekonomi bawah-pun berjuang untuk memiliki perhiasan aneka bentuk
meskipun dari bahan “tiruan”. Sungguh perhiasan adalah trend masa kini. Tidak memakai perhiasan berarti tidak gaul, tidak
modern, kuno. Trend ini membawa
konsekuensi. Apa sajakah konsekuensinya?
Eksploitasi alam
Perburuan bahan-bahan perhiasan menyisakan kerusakan yang
tidak kecil untuk alam. Di seantero dunia orang mulai mencari-cari aneka rupa
mineral berharga untuk diekspoitasi dan dijadikan bahan perhiasan. Menurut para
ahli geologi, dari sekitar 3000-an jenis mineral yang terkandung di perut bumi,
ada 150-an di antaranya yang bernilai tinggi. Emas salah satu mineral berharga
yang dimaksud. Aktivitas pertambangan baik berijin maupun tidak berijin ada dimana-mana.
Sudah ratusan tahun orang menambang jenis mineral berharga dan aktivitas ini
tak akan pernah berhenti. Lihat saja kontrak karya dengan perusahan-perusahan
pertambangan yang terus diperpanjang oleh pemerintah. Penemuan jenis bebatuan
berharga di daerah tertentu membuat kegiatan-kegiatan pengrusakan alam semakin
tak terkendali. Dengan demikian, alam akan terus kering terkeruk isinya. Alam
tak akan berhenti dirusak.
Nilai manusia?
Era tahun 1970-an terkenal sosok penjahat yang merampok toko-toko
perhiasan, Johny Indo namanya. Kejahatan dengan motif yang sama masih terjadi
sampai saat ini. Ada banyak sekali pencurian dan perampokan perhiasan-perhiasan
berharga yang dalam waktu bersamaan membuat banyak sekali korban jiwa. Para
perampok mulai melirik batu-batuan berharga karena prospek dari bisnis
batu-batuan berharga yang semakin cerah. Penjaga toko dibunuh, pemilik perhiasan
disiksa, polisi atau petugas security
yang menjaga ditembak, bahkan ironisnya dalam beberapa kasus pemilik perhiasan “palsu”
dibunuh dan perhiasan “palsu”-nya di ambil penjahat karena disangka perhiasan
asli dan mahal.
Korban jiwa banyak berjatuhan di daerah-daerah penambangan
liar. Orang memperebutkan kawasan yang kaya akan mineral berharga, saling
membunuh. Belum lagi konstruksi pertambangan liar yang tidak aman untuk para
penambang. Ada banyak sekali jiwa yang melayang demi untuk memiliki perhiasan
dan bahan dasar perhiasan. Harga nyawa
tak sebesar perhiasan. Kehidupan manusia tak berarti dibandingkan gemerlap dan
mahalnya perhiasan. Manusia kurang nilainya dibandingkan dengan perhiasan.
Apa yang bisa dipelajari dari “perhiasan”?
Kita hidup dalam peradaban yang katanya modern, peradaban
yang kaya akan simbol-simbol kemegahan. Peradaban yang diwarnai dengan kerja
keras untuk mengejar artibut-atribut popularitas. Manusia modern tergoda untuk
terkenal karena atribut yang dikenakan kepadanya: kaya, cool, tampan, cantik, punya nama besar, berkedudukan tinggi, atau
berpengaruh. Perhiasan bisa membantu manusia mencapai keinginannya tersebut. Sungguh
sebuah peradaban yang artifisial.
Dengan mengenakan perhiasan-perhiasan mahal, seseorang
tentunya ingin dinilai kaya, cantik, ber-kelas, up date, cool, dan
sebagainya. Namun, sesungguhnya apakah arti perhiasan bagi manusia?
Kenyataan pertama: Perhiasan itu selain harganya mahal, dia
juga mudah hilang. Semakin mahal nilai sebuah perhiasan, semakin tinggi resiko
hilangnya (semakin diincar penjahat). Orang dengan gampang mengeluarkan uang
lima juta rupiah, sepuluh juta rupiah, bahkan ratusan juta rupiah untuk
mendapatkan perhiasan yang sesuai dengan keinginannya. Bayangkan uang jutaan
rupiah tersebut jika ditukarkan dengan makanan. Namun mereka yang mencintai
perhiasan tentunya tidak memiliki masalah dengan makanan. Menjadi soal jika “untuk
makanan selalu berkekurangan, tetapi untuk gaya hidup jangan ada kata
ketinggalan”.
Kenyataan kedua: Jika kita memiliki perhiasan yang mahal dan
bisa mengenakannya, toh perhiasan itu hanya menempel di tubuh kita. Semahal-mahalnya
sebuah perhiasan, tidak ada daya di dalam dirinya per se yang bisa membuat si pemakainya merasakan manfaat langsung
untuk eksistensinya.
Jadi, apa gunanya perhiasan bagi manusia? Sangat relatif. Ada
yang menilai perhiasan sebagai segala-galanya. Ia bahkan rela mengorbankan
segala-galanya demi perhiasan yang dia inginkan (bdk. Cerita Kitab Suci tentang seseorang yang menjual segala
kepunyaannya untuk membeli tanah yang di dalamnya ada harta terpendam; Matius
13:14 – Teks ini konteksnya lain yaitu
harta yang paling berharga=Kerajaan Allah/Keselamatan). Ada juga yang beranggapan
bahwa tingkat kebernilaian dirinya diukur dari seberapa tinggi harga perhiasan
yang dia kenakan/miliki. Tetapi ada juga yang sama sekali tidak tertarik untuk
mengenakan atau memiliki perhiasan.
Tidak ada pemahanan yang salah dari ketiganya. Hanya saja
menjadi bahaya jika orang kemudian terjerumus dan membentuk dalam dirinya
mentalitas “perhiasan”. Orang melihat hal-hal artifisial sebagai yang utama
dalam kehidupannya. Belajar dari perhiasan: “Meskipun nilainya tinggi tetapi ia
tak menyumbang sesuatu untuk eksistensi manusia”. “Perhiasan hanyalah tempelan
pada tubuh manusia”. Dan “meskipun berharga, dia bisa hilang”. Manusia modern
terancam untuk jatuh terpuruk dalam hal-hal artifisial semata: tingkat
kepercayaan terhadap seseorang tergantung dari kenampakannya saja, penghormatan
terhadap seseorang tergantung dari kepemilikan materinya, dan penghargaan
terhadap seseorang tergantung pada pangkat dan pengaruhnya. Akibatnya, hal yang
paling hakiki dari manusia yakni kehidupan dan kebebasannya diabaikan atau bahkan
dengan sengaja dilupakan. Hai manusia, kehidupan-mu-lah yang paling berharga,
dan tempat kamu hidup itu-lah yang paling indah!
Terima kasih...
BalasHapus