Jumat, 30 Oktober 2015

KONSUMERIS KONTEMPORER (Oleh Novie N.J. Rompis)

Keinginan paling besar manusia adalah hidup dalam keadaan sehat, baik fisik maupun jiwa. Untuk maksud itu manusia modern meningkatkan kualitas kehidupannya dengan pelbagai sarana dan latihan. Olah raga menjadi kebutuhan utama dan konsultasi-konsultasi kesehatan sangat laku. Meski demikian, banyak manusia hari ini tidak menyadari bahwa justru mereka sementara dirongrong penyakit yang sulit disembuhkan. Itu-lah konsumerisme. Konsumerisme (menurut para ahli) merupakan penyakit jiwa.

Budaya Konsumtif: Standar baru kelas sosial

Penegasan bahwa manusia adalah mahluk konsumtif menjadi tema diskusi yang tak disukai. Memang benar bahwa manusia sejatinya adalah mahluk konsumtif. Manusia adalah konsumtif karena apa saja yang "di luar" dirinya menjadi objek yang sedapat mungkin harus menjadi bagian dirinya. Tanpa konsumsi (bukan hanya dalam arti makanan) manusia tidak bisa melangsungkan kehidupannya. Walaupun demikian, tema ini mejadi relevan ketika manusia hari ini menganggapnya sebagai kewajaran yang tak bisa dihindari.
Manusia zaman sekarang justru akan menilai "aneh" orang-orang yang tidak konsumtif. Sebagai sebuah budaya baru, konsumerisme menjadi standar penilaian terhadap berkelas atau tidaknya seseorang. Oleh sebab itu ketika seseorang tidak konsumeris, ia dinilai menyimpang dari budaya yang baru itu. Sebagai sebuah budaya baru, konsumerisme bahkan menjadi ideologi yang kuat untuk  mengarahkan manusia hari ini agar terikat dan tergantung pada (jenis apa saja) produk yang beredar di pasaran luas.

Pergeseran Mind-set

Budaya mengikat banyak orang sebagai sebuah kelompok yang kompak menjalankan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Kebiasaan-kebiasaan tertentu itu mengarahkan keseluruhan aspek kehidupan kelompok itu. Kelompok yang digerakkan oleh budaya tertentu tidak selalu didefinisi dalam teritori dan lingkupan yang terfokus. Justru karena kekuatan budaya yang sama, batas-batas teritori menjadi hal yang tidak penting lagi.
Konsumerisme adalah budaya baru yang melampaui batas-batas teritori dan ruang lingkup masyarakat dunia. Hampir tak terbendung kekuatan konsumerisme. Bahkan hampir pasti pelosok-pelosok yang jauh-pun di dunia ini sudah tersentuh dengan budaya baru ini. Penyebaran budaya baru ini sudah banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan model-model pemasaran yang kreatif. Teknologi informasi telah membantu terciptanya dunia periklanan fantastis yang mempengarui alam bawah sadar manusia. Belum lagi karena teknologi informasi, manusia zaman kini dengan gampang mendapatkan akses pengenalan tentang pelbagai hal termasuk produk-produk baru yang menggoda. Hal lain yang menyebabkan penyebaran budaya baru ini bisa sangat cepat adalah sifat permisif masyarakat modern. Benar bahwa masyarakat memiliki filter untuk hal-hal baru namun kecenderungan masyarakat modern yang terbuka membuat budaya konsumerisme yang sangat menarik itu sulit ditolak.
Secara singkat bisa dikatakan bahwa konsumerisme menjadi budaya yang kental dalam masyarakat modern karena didukung oleh banyak hal. Kompleksitas pendukung membuat konsumerisme kurang disadari meresapi jiwa masyarakat modern. Dalam arti tanpa indikasi yang langsung kelihatan, konsumerisme (menurut para ahli) merupakan sebuah "penyakit jiwa" yang menular dan membahayakan siapa saja.

Pikiran Kritis: Obat mujarab

Mencari siapa yang salah dan siapa yang benar bukanlah soal terpenting ketika mulai tumbuh kesadaran akan bahaya dari konsumerisme. Barangkali hal yang bisa membantu mencegah penyebaran penyakit jiwa konsumerisme ini adalah dengan menumbuhkan pikiran kritis serta menyediakan tempat bagi pikiran kritis bekerja agar bisa mematahkan keinginan-keinginan konsumeris.
Relevansi kerja pikiran kritis bisa nyata untuk menjauhkan pengaruh alam bawah sadar karena iklan-iklan. Iklan memang dirancang untuk mempengaruhi alam bawah sadar. Meski durasi hanya beberapa detik saja, iklan akan menggerakkan keinginan-keinginan, jika disimak dalam intensitas yang tinggi. Pikiran kritis akan membuka cakrawala baru sehingga alam bawah sadar akan tetap terjaga dan bisa membendung pengaruh-pengaruh negatif termasuk kecanduan terhadap produk-produk baru.
Pertimbangan-pertimbangan ekonomis juga ditumbuhkan oleh pikiran-pikiran kritis. Perhitungan untung-rugi hanya bisa terasah oleh pikiran kritis. Memang perhitungan untung-rugi telah diabaikan karena peresapan budaya konsumerisme. Manusia zaman modern hampir melupakan hal esensial: "Apakah keuntungan yang bisa saya peroleh?" atau, "apakah kerugian yang nantinya bisa saya alami?" Meski demikian, pikiran kritis bisa mengikis hal yang hampir dilupakan itu.
Membendung konsumerisme adalah perjuangan tak berakhir. Perjuangan itu diibaratkan perang melawan musuh nyata yang tak tersentuh secara fisik. Karena itu, perjuangan melawan konsumerisme harus disertai semangat yang kokoh sebab yang dilawan bukan hanya budaya itu sendiri tetapi para raksasa kuat dan brilian yang diuntungkan oleh karena budaya konsumerisme.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar