Minggu, 15 Agustus 2021

URGENSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA (SEBUAH REFLEKSI)


Ki hadjar Dewantara: Pemikiran tentang Pendidikan dan Pengajaran

Masa anak-anak Ki Hadjar Dewantara diwarnai dengan berbagai keistimewaan karena ia adalah seorang anak bangsawan. Ki Hadjar Dewantara berasal dari keturunan Raja Jawa. Sebagai seorang bangsawan, Ki Hadjar Dewantara mendapat keistimewaan untuk bisa mengenyam pendidikan di persekolahan Belanda. Semasa sekolah, Ki Hadjar Dewantara mendapat layanan guru pribadi karena disiapkan oleh orang tuanya. Oleh guru pribadi, beliau diajarkan tentang Sejarah Jawa, Seni Literatur dan Ilmu Agama dengan maksud untuk menanamkan rasa nasionalisme.

Selepas masa sekolah dasar, Ki hadjar Dewantara melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan dan kemudian mendapatkan beasiswa untuk lanjut belajar Ilmu Kedokteran Stovia. Ki Hadjar Dewantara tidak menyelesaikan pendidikannya di Stovia. Sesudah putus sekolah dari sana, beliau aktif sebagai seorang jurnalis yang produktif. Melalui jurnalisme, Ki Hadjar Dewantara mulai menyampaikan pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Sebagai seorang jurnalis, Ki Hadjar dikenal sangat cerdas dan sangat kuat menginspirasi tumbuhnya kemampuan berpikir kritis pada kaum pribumi.

Karena kritik-kritik “pedas”Ki Hadjar Dewantara, terutama karena tulisannya: “Andai Aku orang Belanda”, yang mengkritik rencana Pemerintah Belanda untuk mengadakan kegiatan perayaan kemerdekaan besar-besaran dari uang yang akan dikumpulkan dari orang-orang jajahan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara akhirnya dibuang ke Belanda. Masa-masa pembuangan di Belanda itulah yang menjadi momentum berharga bagi Ki Hadjar Dewantara. Di Belanda, beliau belajar di perguruan tinggi keguruan dan berhasil mendapat sertifikat sebagai seorang pengajar. Selama masa pembuangan di Belanda, Ki Hadjar Dewantara berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran Barat tentang pendidikan. Yang terutama, Ki Hadjar sangat terinspirasi dengan pemikiran Froebel, Montessori, dan Tagore. Pemikiran tiga tokoh itu sangat terdepan untuk sistim pendidikan di Eropa pada zaman itu.

Ki Hadjar Dewantara tetap produktif mengemukakan gagasan-gagasannya selama masa pembuangan di Belanda. Bahkan beliau lebih intens membuat diskusi-diskusi secara langsung dengan pemerintah Belanda.  Ki Hadjar Dewantara mengemukakan kondisi riil masyarakat Indonesia yang terlalu dibuat sengsara oleh banyak kebijakan pemerintah kolonial. Diskusi-diskusi yang dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara di Belanda membuat banyak sikap pro maupun kontra sehingga oleh pemerintah Belanda akhirnya beliau dibawa pulang kembali ke Indonesia.

Sekembali dari tempat pembuangan, Ki Hadjar Dewantara memulai kegiatan luar biasa yang menjadi inspirasi bagi banyak orang di bidang pendidikan dan pengajaran. Beberapa konsep pendidikan barat disesuaikannya untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran di tanah air. Beliau kemudian mendirikan Taman Siswa. Taman siswa adalah sekolah yang hadir sebagai alternatif terhadap sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Ada perbedaan antara Taman Siswa dan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Pada prinsipnya sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial bukan untuk mempersiapkan kemerdekaan tetapi terutama sebagai alat untuk indoktrinasi agar supaya dari kaum pribumi akan lahir orang-orang terdidik namun loyalis terhadap kepentingan Kolonialisme Belanda.

Sebagai usaha untuk menyiapkan pendidikan tanpa kesenjangan, Taman siswa dirancang oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai tempat belajar bagi siapa saja yang ingin belajar pada saat itu. Bagi Ki Hadjar Dewantara, pendidikan seharusnya menjadi kesempatan bagi pelajar untuk dapat berkembang dan dapat membantu bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Oleh karena itu, Taman Siswa mempunyai kondisi yang istimewa sebagai tempat belajar. Taman Siswa dikondisikan sebagai tempat yang menyenangkan dan indah sebagai keadaan yang bisa membantu siswa untuk belajar. Taman Siswa menghidupi semangat among yaitu siswalah sebagai utama yang harus dilayani. Prioritas terutama harus diberikan kepada siswa. Pengajar adalah fasilitator yang menyediakan tuntunan terhadap siswa. Pengajar juga harus menunjukkan kasih sayang dan kepedulian terhadap siswa. Selain prinsip among, Taman Siswa juga menghidupi semangat pamong. Pamong dianalogikan seperti petani yang tidak bisa mengatur arah tumbuh padi. Pada prinsipnya petani bertugas merawat dan menjaga padi agar tumbuh dengan baik. Dalam Taman Siswa, pengajar tidak berusaha mengajar siswa dengan keinginan sendiri tetapi siswa diberi ruang kemerdekaan untuk belajar. Prinsip among dan pamong secara umum diartikan sebagai dukungan yang penuh bagi siswa untuk belajar. Dukungan itu terutama bersifat psikologis, motivasi dan inspirasi. Pengajar secara aktif menyiapkan kondisi yang diperlukan oleh siswa. Siswa diberi ruang untuk belajar sesuai dengan keinginan sendiri dan sesuai dengan kemampuan yang secara alamiah ada pada diri mereka masing-masing.

 

Relevansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Konteks Pendidikan di Indonesia

Ki Hadjar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Indonesia. Sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, tentunya Ki Hadjar Dewantara mempunyai andil dalam kemajuan pendidikan di Indonesia dahulu maupun sekarang. Pendidikan Indonesia sekarang sementara diarahkan pada konsep “merdeka belajar”. Gagasan merdeka belajar sebetulnya terinspirasi dari gagasan-gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan dan pembelajaran. Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sangat bersifat nasional serta sesuai dengan kultur bangsa Indonesia. Pendidikan dan pengajaran yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara tertuju untuk pengembangan pribadi yang merdeka. Di Taman Siswa yang diselenggarakan oleh Ki Hadjar Dewantara, pengajar dan siswa tinggal di tempat yang sama untuk memungkinkan komunikasi serta pembimbingan yang penuh. Siswa dapat berinteraksi dengan pengajar sesuai dengan kebutuhan. Siswa dengan nyaman dapat mengekspresikan bakat serta minatnya dalam belajar. Pengajar selalu menyiapkan dukungan bagi perkembangan siswa.

Pendidikan yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sangat Indonesia. Budaya lokal diberi tempat istimewa dan mempersiapkan kemerdekaan adalah tujuan dari kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Kurikulum yang sudah diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara di sekolahnya mengedepankan tugas pengajar dan orang tua sebagai agen-agen pendukung proses belajar siswa. Pengajar dan orang tua adalah perawat yang bertugas untuk menuntun serta menumbuhkan (menghamba pada anak) semua potensi dan minat siswa (Kodrat diri). Pengajar dan orang tua juga menjadi pendukung bagi kondisi dan budaya dimana siswa tumbuh (Kodrat alam) serta kebutuhan perkembangan zaman (Kodrat zaman).

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dituangkan dalam kurikulumnya sangat fleksibel karena memberi tempat utama bagi kebutuhan masing-masing anak. Dan terutama tujuan terbesar dari pendidikan adalah demi tercapainya pelayanan bagi masyarakat. Pendidikan dan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu siswa serta kebudayaan setempat. Itulah sebabnya pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangat relevan dengan konteks pendidikan di Indonesia saat ini. Minat dan bakat siswa adalah faktor utama untuk menentukan model pendampingan. Oleh karena itu, kemerdekaan belajar adalah yang utama.

Ki Hadjar Dewantara memberikan fokus pada karakter mulia siswa sebagai tujuan pendidikan dan pengajaran, bukan hanya pada penguasaan ilmu pengetahuan semata. Dan yang paling istimewa adalah prinsip gotong royong dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan oleh kolaborasi banyak pihak diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar siswa dan untuk kesejahteraan.

Keseluruhan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangat relevan dengan pendidikan di Indonesia saat ini. Pendidikan yang hakekatnya hendak menghantar orang pada kemerdekaan memang selalu butuh pelibatan banyak pihak. Bekerja sendiri tentu tidak bisa berhasil sempurna, tetapi bekerja bersama akan gampang membawa manfaat. Visi pendidikan di Indonesia yang dipraktekkan di semua unit pendidikan sekarang memang dimaksudkan untuk menghantarkan bangsa Indonesia pada kesejahteraan. Oleh karena itu saya berpikir bahwa pemikiran Ki Hadjar Dewantara masih sangat relevan untuk Indonesia saat ini.

 

Aplikasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Pembelajaran tidak boleh hanya berpusat pada guru. Itu yang seharusnya menjadi kesadaran setiap pendidik. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara sudah seharusnya memberi pencerahan kepada setiap pendidik dan memberi penguatan bahwa pendidik dan pengajar harus terus menghidupi semangat bahwa guru atau pendidik atau pengajar sebagai seorang pendamping peserta didik untuk mencapai pengetahuan juga untuk menyempurnakan karakter baik dalam diri mereka. Pengajar atau pendidik yang bertugas sebagai pendamping dan pengayom sudah seharusnya mengenal karakteristik setiap peserta didik dan harus memberi pendampingan sesuai kebutuhan peserta didik secara individual.

Pembelajaran haruslah memberi ruang kemerdekaan kepada peserta didik. Terutama kebebasan untuk mengutarakan pikiran-pikiran kritis. Pendidik atau pengajar berusaha untuk melatih peserta didik bebas mengutarakan pendapat dan mengarahkan agar pikiran-pikiran kritis mereka tetap pada jalur yang tetap demi kemajuan diri mereka. Pendidik berusaha memberikan kondisi belajar yang menyenangkan dan bahagia bagi peserta didik.

 

Harapan dan Ekspektasi

Suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik harus tetap dijaga. Kesadaran bahwa peserta didik sebagai subjek utama kegiatan pembelajaran harus membuat pengajar dan pendidik terus berharap bahwa para peserta didik dapat tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan bahagia. Pengajar dan pendidik seharusnya mengerti cara-cara pendampingan terbaik yang cocok dan sesuai dengan kebebasan serta keistimewaan peserta didik sehingga nantinya peserta didik boleh berkembang dan mencapai hasil terbaik dalam proses pendidikan serta pembelajaran mereka. Harapannya bahwa semua permikiran Ki Hadjar Dewantara bisa diterapkan oleh setiap pengajar dan pendidik dalam tugas sehari-hari untuk mendukung dan menjadi fasilitator belajar peserta didik sehingga hasil maksimal dalam proses pembelajaran bisa dicapai oleh setiap peserta didik.