Ki hadjar Dewantara: Pemikiran
tentang Pendidikan dan Pengajaran
Masa anak-anak Ki Hadjar Dewantara diwarnai dengan
berbagai keistimewaan karena ia adalah seorang anak bangsawan. Ki Hadjar
Dewantara berasal dari keturunan Raja Jawa. Sebagai seorang bangsawan, Ki
Hadjar Dewantara mendapat keistimewaan untuk bisa mengenyam pendidikan di
persekolahan Belanda. Semasa sekolah, Ki Hadjar Dewantara mendapat layanan guru
pribadi karena disiapkan oleh orang tuanya. Oleh guru pribadi, beliau diajarkan
tentang Sejarah Jawa, Seni Literatur dan Ilmu Agama dengan maksud untuk
menanamkan rasa nasionalisme.
Selepas masa sekolah dasar, Ki hadjar Dewantara
melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan dan kemudian mendapatkan beasiswa
untuk lanjut belajar Ilmu Kedokteran Stovia. Ki Hadjar Dewantara tidak
menyelesaikan pendidikannya di Stovia. Sesudah putus sekolah dari sana, beliau
aktif sebagai seorang jurnalis yang produktif. Melalui jurnalisme, Ki Hadjar
Dewantara mulai menyampaikan pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap
Pemerintah Kolonial Belanda. Sebagai seorang jurnalis, Ki Hadjar dikenal sangat
cerdas dan sangat kuat menginspirasi tumbuhnya kemampuan berpikir kritis pada
kaum pribumi.
Karena kritik-kritik “pedas”Ki Hadjar Dewantara,
terutama karena tulisannya: “Andai Aku orang Belanda”, yang mengkritik rencana
Pemerintah Belanda untuk mengadakan kegiatan perayaan kemerdekaan besar-besaran
dari uang yang akan dikumpulkan dari orang-orang jajahan di Indonesia, Ki
Hadjar Dewantara akhirnya dibuang ke Belanda. Masa-masa pembuangan di Belanda
itulah yang menjadi momentum berharga bagi Ki Hadjar Dewantara. Di Belanda,
beliau belajar di perguruan tinggi keguruan dan berhasil mendapat sertifikat
sebagai seorang pengajar. Selama masa pembuangan di Belanda, Ki Hadjar Dewantara
berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran Barat tentang pendidikan. Yang
terutama, Ki Hadjar sangat terinspirasi dengan pemikiran Froebel, Montessori,
dan Tagore. Pemikiran tiga tokoh itu sangat terdepan untuk sistim pendidikan di
Eropa pada zaman itu.
Ki Hadjar Dewantara tetap produktif mengemukakan
gagasan-gagasannya selama masa pembuangan di Belanda. Bahkan beliau lebih
intens membuat diskusi-diskusi secara langsung dengan pemerintah Belanda. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan kondisi riil
masyarakat Indonesia yang terlalu dibuat sengsara oleh banyak kebijakan
pemerintah kolonial. Diskusi-diskusi yang dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara
di Belanda membuat banyak sikap pro maupun kontra sehingga oleh pemerintah
Belanda akhirnya beliau dibawa pulang kembali ke Indonesia.
Sekembali dari tempat pembuangan, Ki Hadjar Dewantara
memulai kegiatan luar biasa yang menjadi inspirasi bagi banyak orang di bidang
pendidikan dan pengajaran. Beberapa konsep pendidikan barat disesuaikannya
untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran di tanah air. Beliau kemudian
mendirikan Taman Siswa. Taman siswa adalah sekolah yang hadir sebagai
alternatif terhadap sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kolonial Belanda. Ada perbedaan antara Taman Siswa dan sekolah-sekolah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Pada prinsipnya
sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial bukan untuk
mempersiapkan kemerdekaan tetapi terutama sebagai alat untuk indoktrinasi agar
supaya dari kaum pribumi akan lahir orang-orang terdidik namun loyalis terhadap
kepentingan Kolonialisme Belanda.
Sebagai usaha untuk menyiapkan pendidikan tanpa
kesenjangan, Taman siswa dirancang oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai tempat
belajar bagi siapa saja yang ingin belajar pada saat itu. Bagi Ki Hadjar
Dewantara, pendidikan seharusnya menjadi kesempatan bagi pelajar untuk dapat
berkembang dan dapat membantu bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Oleh karena
itu, Taman Siswa mempunyai kondisi yang istimewa sebagai tempat belajar. Taman
Siswa dikondisikan sebagai tempat yang menyenangkan dan indah sebagai keadaan
yang bisa membantu siswa untuk belajar. Taman Siswa menghidupi semangat among
yaitu siswalah sebagai utama yang harus dilayani. Prioritas terutama harus
diberikan kepada siswa. Pengajar adalah fasilitator yang menyediakan tuntunan
terhadap siswa. Pengajar juga harus menunjukkan kasih sayang dan kepedulian
terhadap siswa. Selain prinsip among, Taman Siswa juga menghidupi semangat pamong.
Pamong dianalogikan seperti petani yang tidak bisa mengatur arah tumbuh padi.
Pada prinsipnya petani bertugas merawat dan menjaga padi agar tumbuh dengan
baik. Dalam Taman Siswa, pengajar tidak berusaha mengajar siswa dengan
keinginan sendiri tetapi siswa diberi ruang kemerdekaan untuk belajar. Prinsip
among dan pamong secara umum diartikan sebagai dukungan yang penuh bagi siswa
untuk belajar. Dukungan itu terutama bersifat psikologis, motivasi dan
inspirasi. Pengajar secara aktif menyiapkan kondisi yang diperlukan oleh siswa.
Siswa diberi ruang untuk belajar sesuai dengan keinginan sendiri dan sesuai
dengan kemampuan yang secara alamiah ada pada diri mereka masing-masing.
Relevansi Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara dalam Konteks Pendidikan di Indonesia
Ki Hadjar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Indonesia.
Sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, tentunya Ki Hadjar Dewantara mempunyai
andil dalam kemajuan pendidikan di Indonesia dahulu maupun sekarang. Pendidikan
Indonesia sekarang sementara diarahkan pada konsep “merdeka belajar”. Gagasan
merdeka belajar sebetulnya terinspirasi dari gagasan-gagasan Ki Hadjar
Dewantara tentang pendidikan dan pembelajaran. Konsep pendidikan yang
dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sangat bersifat nasional serta sesuai
dengan kultur bangsa Indonesia. Pendidikan dan pengajaran yang dikembangkan
oleh Ki Hadjar Dewantara tertuju untuk pengembangan pribadi yang merdeka. Di
Taman Siswa yang diselenggarakan oleh Ki Hadjar Dewantara, pengajar dan siswa
tinggal di tempat yang sama untuk memungkinkan komunikasi serta pembimbingan
yang penuh. Siswa dapat berinteraksi dengan pengajar sesuai dengan kebutuhan.
Siswa dengan nyaman dapat mengekspresikan bakat serta minatnya dalam belajar.
Pengajar selalu menyiapkan dukungan bagi perkembangan siswa.
Pendidikan yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara
sangat Indonesia. Budaya lokal diberi tempat istimewa dan mempersiapkan
kemerdekaan adalah tujuan dari kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Kurikulum
yang sudah diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara di sekolahnya mengedepankan
tugas pengajar dan orang tua sebagai agen-agen pendukung proses belajar siswa.
Pengajar dan orang tua adalah perawat yang bertugas untuk menuntun serta
menumbuhkan (menghamba pada anak) semua potensi dan minat siswa (Kodrat diri).
Pengajar dan orang tua juga menjadi pendukung bagi kondisi dan budaya dimana
siswa tumbuh (Kodrat alam) serta kebutuhan perkembangan zaman (Kodrat zaman).
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dituangkan dalam
kurikulumnya sangat fleksibel karena memberi tempat utama bagi kebutuhan
masing-masing anak. Dan terutama tujuan terbesar dari pendidikan adalah demi
tercapainya pelayanan bagi masyarakat. Pendidikan dan pembelajaran disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing individu siswa serta kebudayaan setempat. Itulah
sebabnya pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangat relevan dengan konteks pendidikan
di Indonesia saat ini. Minat dan bakat siswa adalah faktor utama untuk
menentukan model pendampingan. Oleh karena itu, kemerdekaan belajar adalah yang
utama.
Ki Hadjar Dewantara memberikan fokus pada karakter
mulia siswa sebagai tujuan pendidikan dan pengajaran, bukan hanya pada
penguasaan ilmu pengetahuan semata. Dan yang paling istimewa adalah prinsip
gotong royong dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan
oleh kolaborasi banyak pihak diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar siswa
dan untuk kesejahteraan.
Keseluruhan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangat
relevan dengan pendidikan di Indonesia saat ini. Pendidikan yang hakekatnya
hendak menghantar orang pada kemerdekaan memang selalu butuh pelibatan banyak
pihak. Bekerja sendiri tentu tidak bisa berhasil sempurna, tetapi bekerja bersama
akan gampang membawa manfaat. Visi pendidikan di Indonesia yang dipraktekkan di
semua unit pendidikan sekarang memang dimaksudkan untuk menghantarkan bangsa
Indonesia pada kesejahteraan. Oleh karena itu saya berpikir bahwa pemikiran Ki
Hadjar Dewantara masih sangat relevan untuk Indonesia saat ini.
Aplikasi Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara
Pembelajaran tidak boleh hanya berpusat pada guru. Itu
yang seharusnya menjadi kesadaran setiap pendidik. Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara sudah seharusnya memberi pencerahan kepada setiap pendidik dan
memberi penguatan bahwa pendidik dan pengajar harus terus menghidupi semangat bahwa
guru atau pendidik atau pengajar sebagai seorang pendamping peserta didik untuk
mencapai pengetahuan juga untuk menyempurnakan karakter baik dalam diri mereka.
Pengajar atau pendidik yang bertugas sebagai pendamping dan pengayom sudah
seharusnya mengenal karakteristik setiap peserta didik dan harus memberi
pendampingan sesuai kebutuhan peserta didik secara individual.
Pembelajaran haruslah memberi ruang kemerdekaan kepada
peserta didik. Terutama kebebasan untuk mengutarakan pikiran-pikiran kritis. Pendidik
atau pengajar berusaha untuk melatih peserta didik bebas mengutarakan pendapat
dan mengarahkan agar pikiran-pikiran kritis mereka tetap pada jalur yang tetap
demi kemajuan diri mereka. Pendidik berusaha memberikan kondisi belajar yang
menyenangkan dan bahagia bagi peserta didik.
Harapan dan Ekspektasi
Suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik
harus tetap dijaga. Kesadaran bahwa peserta didik sebagai subjek utama kegiatan
pembelajaran harus membuat pengajar dan pendidik terus berharap bahwa para
peserta didik dapat tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan bahagia.
Pengajar dan pendidik seharusnya mengerti cara-cara pendampingan terbaik yang
cocok dan sesuai dengan kebebasan serta keistimewaan peserta didik sehingga
nantinya peserta didik boleh berkembang dan mencapai hasil terbaik dalam proses
pendidikan serta pembelajaran mereka. Harapannya bahwa semua permikiran Ki
Hadjar Dewantara bisa diterapkan oleh setiap pengajar dan pendidik dalam tugas
sehari-hari untuk mendukung dan menjadi fasilitator belajar peserta didik sehingga
hasil maksimal dalam proses pembelajaran bisa dicapai oleh setiap peserta didik.