Selasa, 22 Maret 2022

ADAPTASI TEKNOLOGI UNTUK INTERAKSI BERMAKNA ANTARA GURU DAN PESERTA DIDIK (Aksi Nyata modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran)


Latar belakang dan alasan melakukan aksi nyata

Fakta yang tak terelakkan bahwa peserta didik di zaman ini sudah tidak asing lagi dengan teknologi. Bahkan pada kutub ekstrim, aktivitas sehari-hari mereka tidak bisa dipisahkan dari teknologi. Kepemilikan gawai memungkinkan peserta didik untuk menjelajah dunia maya. Mereka mengeksplorasi semua hal yang diinginkan tanpa batasan ruang dan waktu. Bahkan, harus diakui juga bahwa banyak peserta didik terjerumus pada “ketergantungan” pemakaian gawai. Banyak peserta didik terjerumus pada penggunaan gawai secara tidak bertanggungjawab. Mereka sering menghabiskan waktu dengan game onlie atau juga tontonan-tontonan yang kurang manfaatnya. Bagi mereka, tidak ada waktu yang terlewatkan tanpa memegang gawai.

Perkembangan teknologi dan kemudahan untuk memiliki gawai sebenarnya merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh guru. Guru ada dalam pilihan, atau memanfaatkan teknologi dan gawai untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik atau membiarkan peserta didik terjerumus ke ekses negatif dari dampak teknologi dan kepemilikan gawai. Bertolak dari semangat untuk memaksimalkan peluang yang ada, dan juga didorong oleh semangat yang diterima dari materi-materi yang diterima pada program pendidikan guru penggerak, saya melihat ada potensi manfaat yang ada pada “adaptasi teknologi” yang sudah mulai dilakukan oleh peserta didik.

Pemanfaatan gawai dan juga “kemelekan” terhadap teknologi merupakan pintu masuk ke dalam dunia aktivitas dan juga dunia berpikir peserta didik. Bahkan lebih jauh lagi, hal itu merupakan interaksi paling solid dengan peserta didik di zaman sekarang ini. Ada kerinduan untuk memanfaatkan teknologi bagi peningkatan capaian belajar peserta didik. Memang untuk beberapa orang, adaptasi teknologi dalam pendidikan sulit dilakukan. Namun bagi saya, apapun kesulitan dan tantangan yang akan dihadapi, setiap peluang perlu dicoba.

Beberapa pemikiran itu yang menjadi latar belakang sekaligus alasan sehingga saya merasa penting untuk mengangkat gagasan “kemelekan” teknologi dan kepemilikan gawai sebagai pintu masuk ke dalam dunia berpikir peserta didik sehingga dapat melahirkan inovasi-inovasi yang sejalan dengan latar belakang tersebut.

 

“Ditantang: maju atau mundur”: perasaan selama melakukan aksi nyata

Implementasi yang saya buat sebagai bentuk aksi nyata adalah melangsungkan kegiatan ujian mid-semester dengan memanfaatkan platform google. Rancangan aksi nyata ini pada awalnya sudah disetujui oleh Kepala Sekolah saya. Tetapi karena ada pengeluhan dari beberapa guru yang “merasa jangan-jangan” siswa tidak melakukan persiapan secara maksimal, akhirnya Kepala Sekolah saya menganulir persetujuannya untuk melaksanakan ujian mid-semester dengan berbasis TIK secara serentak untuk semua mata pelajaran.

Pada waktu itu saya juga sempat bimbang. Ada desakan juga dalam diri saya untuk membatalkan rencana aksi saya itu. Alasan-alasan dari rekan-rekan sejawat saya secara sepintas cukup mempengaruhi saja. Saya hampir mengambil keputusan juga untuk membatalkan rencana pelaksanaan ujian mid semester dengan adaptasi teknologi untuk mata pelajaran yang saya ampu. Memang benar ungkapan yang mengatakan “setiap alasan pasti masuk akal”. Beberapa pertimbangan yang dikemukakan oleh rekan-rekan sejawat saya, sepintas memang masuk akal. Tetapi saya tidak serta-merta mundur dari rencana yang sudah saya canangkan sebelumnya.

Pada akhirnya mata pelajaran yang saya ampu menjadi satu-satunya mata pelajaran yang menyelenggarakan ujian mid-semester dengan memanfaatkan platform google (google form) sebagai bentuk komitmen saya untuk beradaptasi pada teknologi. Perasaan yang muncul pada saat melaksanakan aksi nyata itu adalah “was-was” jangan sampai ketakutan rekan-rekan sejawat saya terbukti benar.

Sesudah proses berlangsung, saya merasa senang karena keseluruhan siswa yang mengikuti ujian mid-semester mata pelajaran yang saya ampu berhasil mendapat nilai baik. Apa yang menjadi aksi nyata saya berhasil. Memang kecakapan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi sangat bervariasi. Ini dapat dilihat dari berapa kali mereka mencoba kembali untuk mendapat nilai maksimal. Ada peserta didik yang sampai mencoba lima belas kali. Tetapi ada pula yang hanya mencoba dua kali saja dan langsung mendapat nilai baik.

Pengalaman ini adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Dari pemanfaatan platform google untuk ujian mid-semester, saya bisa membuat mapping kemampuan peserta didik saya. Selain itu, saya memanfaatkan ujian mid-semester ini sebagai kesempatan belajar bagi peserta didik saya. Saya berpengang pada konsep assessment as a learning, bahwa dengan melakukan evaluasi belajar peserta didik juga mempunyai kesempatan untuk melakukan pembelajaran. Penolakan-penolakan dari rekan-rekan sejawat saya tidak memadamkan niat saya untuk melakukan aksi nyata ini. Dan apa yang menjadi ketakutan rekan-rekan sejawat saya, terbukti salah.

 

Usaha tidak mengkhianati hasil: Hasil aksi Nyata

Benarlah bahwa pemimpin pembelajaran harus dapat mengambil keputusan. Keputusan yang diambil harus mencerminkan keberpihakan pada peserta didik. Keyakinan saya memang seperti itu. Bahwa keputusan-keputusan yang saya harus ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran adalah keputusan yang mengakomodir semangat dan kemauan belajar peserta didik saya. Dan saya tidak perlu berkompromi dengan masalah-masalah yang dimiliki oleh rekan-rekan guru saya. Apalagi permasalahan yang dialami oleh guru itu bukan masalah bagi peserta didik.

Hasil aksi nyata saya seratus persen baik, sesuai ekspektasi. Semua peserta didik saya dapat mengambil bagian dalam ujian mid semeseter dengan memanfaatkan platform google (google form) dengan hasil maksimal bagi semua peserta. Hasil yang dicapai ini secara langsung mematahkan asumsi awal dari rekan-rekan sejawat saya yang enggan untuk melaksanakan ujian mid-semeseter dengan adaptasi teknologi karena berpikir jangan-jangan peserta didik tidak melakuan persiapan secara maksimal, atau tidak mampu mengikutinya.

Usaha saya yang penuh rintangan membuahkan hasil yang manis. Pada akhirnya rekan-rekan sejawat saya mulai melihat sisi baik dari adaptasi teknologi terhadap pembelajaran. Mereka bisa menangkap poin penting dan juga kesesuaian antara penerapan teknologi dalam pembelajaran dan “jiwa” dari peserta didik. Ada kesan baik bahwa dari pada ekses negatif dari teknologi dan kepemilikan gawai yang diangkat, lebih baik memberi fokus pada manfaat positifnya.

Dari proses aksi nyata yang saya laksanakan, saya melihat bahwa apabila guru langsung memulai dengan kecemasan, “jangan-jangan”, apriori, maka usaha tidak akan mendatangkan hasil. Bahkan usaha tidak bakal dimulai. Tetapi apabila guru langsung bergerak tanpa takut gagal, maka apapun tantangan yang akan dihadapi pasti bisa diatasi. Keputusan terbaik ada di tangan guru. Tentang kemampuan menilai dilemma etika, haruslah dimiliki oleh seorang guru. Apabila guru berada pada posisi dilemma, guru harus punya panduan jelas (mempertimbangakan keuntungan maksimal dari keputusan yang diambilnya) agar keputusannya tidak merugikan, atau tidak membawa kemunduran bagi institusi dan bagi peserta didiknya.

 

Gerakan bersama: harapan di masa depan

“Menjadi hebat sendiri tidak keren” kiranya itu ungkapan yang merepresentasi pembelajaran saya pada aksi nyata yang sudah saya lakukan. Perubahan-perubahan yang signifikan haruslah dimulai dari gerakan bersama. Menurut saya, setiap perubahan meskipun baik (harapan) dampaknya; bila dibuat secara parsial akan minim pengaruhnya bagi komunitas. Alangkah lebih berkesan apabila hal-hal baik dilakukan serentak oleh seluruh warga komunitas.

Di masa depan saya sangat merindukan semua warga sekolah saya (rekan-rekan guru, kepala sekolah, maupun peserta didik) menjadi familiar dengan teknologi. Selain pembelajaran dapat mengadaptasi teknologi tetapi juga assessment dan kegiatan-kegiatan sekolah lainnya dapat berbasis pada teknologi. Dengan teknologi, semua akan lebih mudah. Itu filosofi yang saya anggap sebagai kekuatan bagi guru-guru yang memahaminya di zaman ini.

Berkaitan dengan kerinduan itu, saya mempunyai rencana perbaikan di masa depan. Rencana saya meliputi pengembangan pembelajaran dengan mode hybrid dengan menggunakan learning management system (LMS) sederhana. Langkah ini akan saya mulai dari pemanfaatan googlesites. Saya berpikir ini dapat menjadi langkah awal bagi saya untuk menunjukkan cara sederhana bagi rekan-rekan sejawat di sekolah tentang pemanfaatan teknologi dengan platform gratis. Dan ini akan menjadi wawasan baru bagi rekan-rekan sejawat saya bahwa adaptasi teknologi dalam pembelajaran tidak tidak sulit.

Perbaikan-perbaikan di masa depan juga akan berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh pemimpin sekolah (Kepala Sekolah). Saya berkomitmen untuk membuktikan kepada Kepala Sekolah bahwa kemajuan sekolah di zaman sekarang tidak terlepas dari peran teknologi. Teknologi harus dimanfaatkan secara optimal juga dalam pembelajaran. Saya akan menghasilkan produk-produk multimedia yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik saya dalam pembelajaran. Dengan produk-produk itu, peserta didik saya dapat dibantu belajar dan juga dapat mempersiapkan diri untuk assessment berbasis teknologi. Mereka juga dapat memberi fokus pada pemanfaatan teknologi dan kepemilikan gawai bagi perkembangan capaian belajar mereka.