Sabtu, 29 Januari 2011

PENGETAHUAN MANUSIA DAN KEBENARAN METAFISIK (Menurut John Locke dan A.N. Whitehead) Oleh Novie N.J. Rompis


Pendahuluan
Mengajukan pertanyaan kritis merupakan ciri yang sangat melekat dalam penulusuran filsafati. Macam-macam persoalan selalu ditanggapi dengan mengajukan pertanyaan kritis. Salah satu masalah yang sampai saat ini masih sangat hangat dibicarakan adalah tentang kebenaran. Dalam sejarah filsafat, telah banyak filsuf yang mempertanyakan apa itu kebenaran. Kebenaran menjadi tema yang merangsang perkembangan ide-ide filsafat. Hal ini terjadi karena diskusi tentang kebenaran merangkul keseluruhan totalitas di dalamnya sehingga tidak ada sesuatupun yang terlewatkan. Persoalan tentang apa itu kebenaran tidak mungkin dapat dipisahkan dari pengaruh rasio atau akal budi manusia. Kebenaran metafisik atau kebenaran yang dimiliki oleh pengada selalu ditegaskan oleh kerja akal budi. Bertolak dari pemahaman yang demikian, dalam karya tulis ini akan dibicarakan konsep tentang pengetahuan manusia menurut John Lock dan A.N. Whitehead sebagai penegasan bahwa antara kerja rasio manusia yang menghasilkan pengetahuan dan konsep kebenaran tidak mungkin dipisahkan.

I.  Kebenaran Metafisik
Yang ada memiliki ciri atau sifat transendental. Penegasan itu menyertakan pertanyaan: apa yang menjadi ciri transendental dari yang ada? Ada beberapa ciri transendental dari yang ada. Ciri-ciri transendental itu juga sekaligus menjadi unsur konstitutif dari yang ada. Pada bagian ini, pusat perhatian adalah kebenaran sebagai salah satu ciri transendental dari yang ada. Penelusuran ini dapat dimulai dari penegasan: yang ada ialah bahwa yang ada itu benar. Yang ada dalam hubungan dengan intelek atau akal budi, menjelma menjadi kebenaran. Karena itu kebenaran merupakan atribut atau sifat dari yang ada dalam kaitan dengan pemahaman. Dengan demikian, kebenaran dapat dikatakan sebagai atribut yang relatif sifatnya.[1]
Kebenaran tidak berarti jika dilepaskan dari subjek yang mengetahui. Hanya yang tiada yang tidak mempunyai hubungan dengan kebenaran. Kebenaran hanya mungkin ada jika sesuatu itu sungguh-sungguh bereksistensi secara riil. Jika sesuatu itu tidak ada, maka sesuatu itu tidak dapat dikatakan sebagai yang benar. Artinya, di dalamnya tidak terkandung kebenaran.[2] Dengan demikian, apa yang dikonsepkan oleh Aquinas bahwa kebenaran merupakan adequatio rei et intellectus (kesesuaian antara pikiran dengan hal) menjadi relevan.[3]
Kebenaran dalam metafisika adalah yang ada sejauh berhadapan dengan akal budi atau pikiran manusia. Kebenaran selalu berhubungan langsung dengan akal budi yang mengetahuinya. Artinya, kebenaran tersaji di hadapan akal budi untuk ditangkap dan dipahami. Bertolak dari pemahaman yang demikian maka dapat ditegaskan bahwa kebenaran tidak dapat dipisahkan dari kapasitas rasional manusia. Kebenaran selalu menyangkut relasi antara realitas dan rasio manusia. Artinya, kebenaran selalu berhubungan dengan pengetahuan manusia.

II.  Konsep Tentang Pengetahuan
Telah ditegaskan pada bagian sebelumnya yakni kebenaran sebagai ciri transendental dari yang ada selalu tidak bisa dipisahkan dari kapasitas rasionalitas manusia. Hal ini terjadi karena kebenaran selalu menyangkut relasi antara realitas dan rasio manusia. Artinya, kebenaran selalu berhubungan dengan aktivitas rasional dari akal budi yang menghasilkan pengetahuan. Oleh karena itu, pada bagian ini akan disoroti dua pandangan dari filsuf yang berbeda tentang apa itu pengetahuan manusia dan hubungannya dengan konsep kebenaran.

A.    John Locke[4]: Ide-ide dan pengetahuan
Locke memulai refleksinya tentang pengetahuan manusia dengan mengajukan pertanyaan: “Dari mana pengetahuan manusia itu berasal?” Locke menegaskan bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi memungkinkan manusia memiliki ide-ide sederhana. Ide-ide sederhana tersebut dapat menjadi ide kompleks jika sudah ada kombinasi yang melibatkan beberapa dari ide-ide sederhana tersebut. Kombinasi dari ide-ide sederhana itu misalnya “sebab”, “relasi”, “syarat”, dan sebagainya. Ide-ide dalam akal budi manusia itu berawal dari pencerapan inderawi. Ada dua bentuk sumber pengetahuan manusia menurutnya, yaitu sensasi dan refleksi. Dua hal ini menjadi sumber dari ide-ide sederhana.[5]
Ide-ide yang dimaksudkan Locke didapatkan melalui cara yang bervariasi atau melalui indera yang berbeda. Ide-ide yang diterima melalui panca indera itu dapat sampai pada akal budi dan menggerakkanya. Dan, akal budi dapat mengembangkan ide-ide yang ada itu melalui proses penalaran dan pertimbangan. Itulah yang disebut Locke sebagai sensasi.
Refleksi meliputi aktivitas seperti berpikir, meragukan, percaya, bernalar, mengetahui, menghendaki, dan semua aktivitas yang menghasilkan ide-ide yang berbeda dari apa yang diperoleh melalui panca indera. Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa apa yang dimaksudkan oleh Locke sebagai ide-ide tidak saja tentang hal-hal yang berada di luar akal budi (eksternal) tetapi juga refleksi dalam akal budi (internal).[6]
Locke memberi perhatian yang sangat besar pada usaha manusia untuk mengenal. Baginya yang paling penting bukanlah memberi pandangan metafisis tentang tabiat roh dan benda. Locke menolak rasionalisme yang menganggap bahwa ide-ide dan asas-asas pertama sebagai bawaan manusia. Menurutnya, segala pengetahuan datang dari pengalaman yang didapatkan.[7] Locke melihat bahwa pengetahuan terbatas pada ide-ide. Pekerjaan roh manusia terbatas pada memberi sebutan kepada ide-ide tunggal, menggabung-gabungkannya, merangkumkannya, dan menjadikannya bersifat umum.

B.     A.N.Whitehead: Pengetahuan Intelektif dan Kebenaran
Definisi pengetahuan yang diterima secara luas mengatakan bahwa pengetahuan adalah keyakinan mengenai suatu objek yang telah dibuktikan kebenarannya.[8] Penegasan ini membawa konsekuensi bahwa kita hanya bisa mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu yang benar.[9]
Bagi Whitehead, pengetahuan merupakan kegiatan intelektual yang melibatkan baik objek maupun intelegensi manusia. Objek pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada. Kenyataan lain bahwa budi manusia bersifat berbatas. Namun demikian, objek dari pengetahuan menjadi tidak terbatas, karena budi manusia ingin menjangkau segala sesuatu baik dalam hal macam-macam jenis objeknya yang mungkin ada maupun segala aspek dari masing-masing objek. Aspek-aspek ini bisa dimengerti sebagai aspek internal dan eksternal. Pengetahuan internal dan eksternal itu sifatnya saling mengandaikan dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Whitehead melihat bahwa munculnya entitas aktual selalu berhubungan dengan prehensi. Setiap diri yang melakukan penangkapan terhadap unsur-unsur eksternal, secara langsung dibentuk juga dengan hasil tangkapannya itu. Prehensi positif baginya adalah rasa (feeling) sedangkan prehensi negatif berarti penyingkiran. Munculnya entitas aktual selalu disebabkan dari proses konkresi dari entitas-entitas yang lain.

III. Kesimpulan: Pengetahuan dan Kebenaran Dari Yang Ada
Penegasan yang paling penting adalah sesuatu dikatakan benar jika sesuatu itu mewujudkan dalam dirinya tipe berada tertentu. Tipe berada itu mempunyai unsur-unsur tertentu dan memiliki suatu kepastian yang tidak tergoyahkan. Tipe berada itu merupakan produk dari akal budi, atau merupakan ide yang bereksistensi di dalam rasio manusia. Kebenaran selalu berhubungan dengan tipe yang ideal. Tipe yang ideal tersebut adalah tipe yang dipikirkan dalam akal budi manusia.[10]
John Locke dan Whitehead dalam konsepnya tentang pengetahuan manusia telah mengkonfirmasikan bahwa apa yang ideal dalam akal budi manusia merupakan tipe yang dipikirkan. Asalnya adalah dunia eksternal yaitu pengalaman inderawi. Hal itu menegaskan bahwa sesungguhnya apa yang dipikirkan, tipe yang ideal itu sungguh-sunguh benar bereksistensi. Karena ia sungguh riil bereksistensi maka ide tersebut sangat melekat pada yang ada secara nyata. Hal itulah yang memungkinkan sesuatu dapat dikenal sebagaimana adanya dan dapat dijelaskan. Artinya, semua yang ada secara riil (dalam akal budi manusia yang telah melewati pegolahan setelah dicerap secara inderawi) adalah benar. Kebenaran terkandung dalam setiap yang ada. Pengetahuan manusia tentang yang ada hanya mungkin sejauh yang ada itu bereksistensi dan mengandung kebenaran di dalam dirinya.


**********





Daftar Pustaka
Bagus, Lorens. “Kebenaran.” Dalam Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2002.
Bagus, Lorens. Metafisika. Jakarta: Gramedia, 1991.
Bakker, Anton. Ontologi Atau Metafisika: Filsafat Pengadan Dan Dasar Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Bogliolo, Luigi. Metaphysics. Bangalore: Teological India University, 1987.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1980..
Hadi, Hardono. Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Hamersma, Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia, 1983.
Keraf, Sonny dan Mikhael Dua. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
R. Aa., “Locke, John.” Dalam The New Encyclopedia Britannica. Diedit oleh Jacob E. Safra. Chicago: Encyclopedia Britannica Inc., 2002.




[1] Lorens Bagus, Metafisika (Jakarta: Gramedia, 1991), hlm. 86.
[2] Bdk. Luigi Bogliolo, Metaphysics (Bangalore: Teological India University, 1987), hlm. 25.
[3] Bdk. juga dengan penegasan Bertrand Russell bahwa “kebenaran adalah kesesuaian (correspondence), antara keyakinan dan kenyataan”. Kesesuaian di sini menunjuk kepada hubungan antara pikiran dan kenyataan yang membentuk kebenaran. Terkutip dalam Hardono Hadi, Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 146.
[4] Locke (1632-1704) adalah seorang empirist berkebangsaan Inggris. Menurutnya, segala sesuatu dalam pikiran manusia berasal dari pengalaman inderawi dan tidak dari akal budi. Bagi Locke, akal budi dapat diandaikan seperti sehelai kertas putih kosong yang baru dapat diisi melalui pengalaman inderawi. Lih. Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 18-20.
[5] “...It is simple ideas alone that are given in sensation and reflection. Out of them the mind form complex ideas...” R. Aa., “Locke, John,” dalam The New Encyclopedia Britannica, diedit oleh Jacob E. Safra (Chicago: Encyclopedia Britannica Inc., 2002).
[6] Ibid.
[7] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 36.
[8] Bdk. Konsep pengetahuan yang dikembangkan oleh John Locke, ataupun oleh Descartes, David Hume dan Immanuel Kant.
[9] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 141.
[10] Bdk. Lorens Bagus, Metafisika (Jakarta: Gramedia, 1991), hlm. 93.

1 komentar:

  1. STILEVOFTTIGER MATCH - Titanium-Arts.com
    STILEVOFTTIGER MATCH ion titanium on brassy hair (TAITAN.TINN) - citizen titanium dive watch TITanium-Arts.com - TITanium-Arts.com - snow peak titanium flask TITanium-Arts.com - TITanium-Arts.com - TITanium-Arts.com titanium ring for men - TITanium-Arts.com - TITanium-Arts.com - micro touch trimmer TITRAHASMOT.

    BalasHapus