Minggu, 15 Februari 2015

PENDERITAAN MANUSIA ADALAH MASALAH ABADI KARENA MANUSIA SALAH BERPIKIR MENDASAR TENTANG KEHIDUPAN (DELUSI). APAKAH MASALAH INI TAK TERSELESAIKAN? (Oleh Novie N.J. Rompis)



“Historia semper repetitur”. Kemerosotan manusia (yang membawa manusia sampai ke titik penderitaan) karena kecenderungannya untuk mengarah ke hal (pemikiran) negatif bukan tidak pernah diberi tanda awas oleh para pemikir terkemuka. Lao Tsu dulu pernah menawarkan cara agar manusia bisa lepas dari penderitaan. Manusia hendaknya kembali ke “jalan alam”. Manusia hanyalah setitik air dalam samudera luas; makanya tidak boleh mengambil peran destruktif. Dalam sistim filsafat India orthodox – Nyaya – juga sudah digaungkan bahwa pengetahuan yang salah (false knowlege) bisa membawa manusia pada kehidupan yang penuh penderitaan. Delusi adalah penyakit abadi yang merongrong manusia dalam keseluruhan peradabannya (bdk. Cerita Kitab Suci: Penderitaan manusia pertama karena delusi mereka). Delusi menjadi sel kanker yang merusak keseluruhan sistem kehidupan manusia dan masyarakat. Sungguh sebuah “penyakit” yang hampir tak disadari eksistensinya. Hasil akhir dari perjalanan panjang sejarah penyakit adalah kehancuran dan kematian. Jika delusi tak “diakali” maka hasil akhir peradaban manusia nanti sudah bisa kita ketahui. Kita tidak usah menunggu selesainya perang atau selesainya konflik untuk mengetahuinya. Sungguh, masa depan manusia bisa diproyeksi hari ini. Menyembuhkan penyakit ini bukanlah hal yang mustahil meskipun masa-masa “treatment” panjang menjadi keharusan. Pendidikan dan keseluruhan sistemnya adalah satu-satunya (adakah yang lain?) “tool” yang kiranya mempunyai efek besar yang bisa digunakan untuk mencegah potensial itu. Pendidikan (dalam konteks sistem pendidikan-nya) di Indonesia hari ini mulai mengarah ke trend positif dalam upaya untuk membangun kerangka berpikir tepat sebagai basis berperilaku. Kurikulum 2013 yang ber-roh pendidikan karakter adalah harapan baru. Namun, salah kaprah tentang pendidikan karakter mengaburkan tujuan pokok model pendidikan baru itu. Apa mungkin karakter yang baik atau keutamaan-keutamaan menjadi bagian dari kehidupan individu peserta didik jika tidak ada habituasi? Delusi yang bisa dipatahkan dengan (salah satunya) pendidikan yang tepat bisa saja tidak berhasil. Jika demikian, dapatkah kita membuat ekspektasi waktu penuntasan delusi-delusi yang terus merongrong manusia dan kelompok manusia? Pihak manakah yang paling harus mengerjakan proyek rehabilitasi ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar