Minggu, 28 November 2021

PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL (mewujudkan lingkungan sekolah yang nyaman, senyaman di rumah sendiri)

 

Tentang budi pekerti, Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa keluarga mempunyai peran yang sangat istimewa. Anak akan mendapatkan teladan dan tuntunan dari orang dewasa ketika ia berada di tengah keluarga. Dalam keluarga terjadi interaksi yang intens sehingga ada proses belajar di sana. Sudah tentu kematangan sosial dan emosional menjadi sebuah syarat mutlak agar anak mendapat kesempatan belajar di tengah keluarga. Kematangan sosial dan emosional pada orang dewasa terlebih dahulu dan kemudian kematangan sosial dan emosional pada anak-anak.

Peserta didik biasanya merasa berbeda ketika berada di sekolah. Walaupun dalam beberapa kasus, peserta didik merasa nyaman di sekolah, tetapi secara umum peserta didik lebih merasa nyaman dan diterima di rumah mereka masing-masing. Kehadiran orang-orang terdekat sebagai anggota keluarga di rumah, merupakan kondisi yang membuat peserta didik merasa nyaman. Cinta dan penerimaan dari anggota keluarga membuat rumah menjadi tempat yang menyenangkan.

Adalah sebuah tantangan bagi pihak sekolah untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi peserta didik, agar peserta didik merasa seperti di rumah masing-masing. Memang musti diakui bahwa ada banyak peserta didik mengalami bahwa di sekolah mereka seolah tidak dimengerti, tidak dipahami, diberi tugas yang membebani, dan berbagai keadaan tak menyenangkan lainnya sehingga mereka merasa tidak nyaman. Pengalaman seperti itu membuat peserta didik menjadi kurang produktif dalam pembelajaran.

Lingkungan sekolah yang berpihak kepada peserta didik adalah pilihan yang sejatinya diupayakan oleh setiap warga sekolah. Untuk mewujudkan lingkungan yang diharapkan seperti itu, perlu strategi. Salah satu strategi penting yang bisa dipilih adalah penerapan pembelajaran sosial dan emosional. Memang perlu waktu yang tidak singkat untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang berpihak pada peserta didik. Ada proses panjang yang diperlukan untuk mewujudkan keadaan tersebut.

Pembelajaran sosial dan emosional adalah praktik yang didasarkan pada kesadaran penuh. Dengan kesadaran penuh, respon akan lebih maksimal. Pembelajaran sosial dan emosional yang didasarkan pada kesadaran penuh menjadi solusi penting sekaligus menjadi strategi yang dapat membantu pihak sekolah untuk mewujudkan lingkungan yang menyenangkan bagi peserta didik. Pembelajaran sosial dan emosional di satu pihak membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan kompetensi emosional dan sosial mereka; tetapi di sisi lain juga membantu orang dewasa (para guru) untuk mengelola emosi; terutama mengelola stres yang disebabkan oleh beban kerja maupuan beban kehidupan yang begitu banyak.

Kesadaran penuh (mindfullnes) adalah keadaan yang sangat diperlukan demi meningkatkan fokus dan tidak menghabiskan energi pada hal-hal lain yang tidak perlu. Kesadaran penuh adalah keadaan pikiran yang terbebas dari kecemasan akan masa depan dan juga terbebas dari penyesalan akan masa lalu. Konsekuensinya, pikiran akan dibantu untuk fokus pada apa yang sementara dilakukan atau sementara dikerjakan. Implikasinya, produktifitas akan meningkat secara signifikan.

Sebagai sebuah strategi, pembelajaran sosial dan emosional adalah sebuah usaha kolaboratif yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah. Artinya, keberhasilan pembelajaran sosial dan emosional ditentukan oleh semangat yang sama dari segenap warga komunitas sekolah. Pembelajaran sosial dan emosional dapat membantu semua warga sekolah untuk mencapai kematangan emosional dan juga dapat menempatkan diri pada cara berelasi yang tepat dengan orang lain.

Dari sisi tujuan, pembelajaran sosial dan emosional sangat istimewa karena memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, juga untuk membantu mencapai tujuan-tujuan yang positif. Pembelajaran sosial dan emosional membantu juga untuk meningkatkan kesadaran sosial sehingga setiap individu dapat membangun hubungan yang positif dengan orang lain serta dapat mempertahankan hubungan itu. Istimewanya, pembelajaran sosial dan emosional membantu peserta didik untuk menentukan keputusan-keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sangat menarik karena pembelajaran sosial dan emosional dapat diimplementasikan dalam berbagai pilihan cara. Yang paling memungkinkan adalah dengan diintegrasikan pada kegiatan pembelajaran di kelas. Cara ini sangat menantang karena diperlukan kecakapan tertentu. Memang praktik pembelajaran sosial dan emosional yang terintegrasi pada kegiatan pembelajaran mengandung tantangan tersendiri. Namun, bila semua warga sekolah sepakat untuk secara kolaboratif menjalankan praktik ini, hasilnya pasti akan sangat memuaskan. Keadaan lingkungan sekolah yang berpihak pada peserta didik dapat segera diwujudkan. Bentuk-bentuk implementasi pembelajaran sosial dan emosional dapat ditentukan secara mandiri oleh guru maupun pihak sekolah. Yang pasti, apapun model implementasinya harus sejalan bersama seluruh anggota komunitas sekolah.

Keyakinan yang ada di balik penerapan pembelajaran sosial dan emosional adalah apapun yang dialami oleh peserta didik akan menjadi bahan pelajaran berharga. Contohnya, apabila peserta didik merasa diterima, ia akan juga belajar untuk bisa menerima orang lain. Apabila peserta didik merasa dihargai, ia juga akan belajar untuk menghargai orang lain. Empati adalah salah satu hal yang sangat ditekankan dalam pembelajaran sosial dan emosional. Dengan empati, peserta didik dibantu untuk bisa turut memiliki perasaan dan pengalaman orang lain.

Dengan memahami diri sendiri dan orang lain, peserta didik mendapatkan keterampilan sekaligus pengetahuan untuk bisa berelasi dengan orang lain. Inilah kompetensi yang tidak kalah pentingnya yang bisa diperoleh melalui pembelajaran sosial dan emosional. Dengan memahami perasaan orang, peserta didik mendapat kemampuan untuk menjalin kerja sama dengan orang lain, juga mendapat keterampilan untuk memecahkan persoalan-persoalan, dan menghindari konflik-konflik yang sebetulnya tidak terlalu penting dan justru sangat menguras energi.

Kematangan emosi sangat berpengaruh pada keputusan-keputusan yang diambil. Karena belum memiliki kematangan emosional, ada kecenderungan peserta didik membuat keputusan-keputusan yang tidak tepat. Kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab dapat dilatih secara konsisten. Kemampuan ini tidak datang secara alami. Karena kemampuan ini adalah kompetensi yang dihasilkan dari proses latihan yang berkelanjutan, maka pembelajaran sosial dan emosional dapat menjadi kesempatan baik untuk mengembangkan keterampilan dalam mengambil keputusan secara bertanggung jawab.

Adalah peluang bagi seluruh komunitas sekolah untuk menjadikan pembelajaran sosial dan emosional sebagai cara mewujudkan lingkungan sekolah yang berpihak pada peserta didik. Menjadikan sekolah senyaman rumah bukan hal yang tidak mungkin. Yang diperlukan hanyalah kolaborasi serta komitmen segenap warga sekolah. Menerapkan pembelajaran sosial dan emosional akan membangun kompetensi emosional dan sosial dari para peserta didik; sekaligus membantu guru-guru, sebagai orang dewasa untuk mengelola emosi sehingga rutinitas pekerjaan sehari-hari menjadi hal yang menyenangkan. Pada akhirnya, pembelajaran sosial dan emosional dapat mengembangkan produktivitas. Peserta didik menjadi produktif dalam belajar, dan guru menjadi produktif untuk membantu peserta didik belajar. (oleh Novie N. J. Rompis)

Selasa, 09 November 2021

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI: SEBUAH SOLUSI UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR INDIVIDUAL PESERTA DIDIK (oleh NOVIE N. J. ROMPIS)

Guru setiap hari berhadapan dengan keberagaman yang banyak bentuknya. Secara umum, setiap hari guru memiliki tugas untuk menyelesaikan masalah para peserta didik yang bervariasi dari sisi karakter, kemampuan maupun kesukaannya. Secara khusus, di dalam kelas guru ditantang untuk mengenali secara mendalam setiap peserta didiknya. Guru bukan saja harus mengenali nama atau tempat tinggal peserta didik tetapi guru dituntut memiliki pengenalan yang lebih mendalam terhadap pribadi peserta didik. Di kelas, guru mengenali siapa peserta didik-nya yang suka berbicara, siapa yang lebih memilih untuk diam saja, siapa yang suka bekerja kelompok, siapa yang justru menghindari kerja kelompok, siapa yang suka menulis, bahkan siapa yang perlu dilatih lagi dalam keterampilan menulis; dan masih banyak keragaman lain yang mengesankan bahwa setiap individu peserta didik itu unik dan istimewa.

Pertanyaan yang muncul, ”apakah tugas guru berhenti sesudah membuat pengamatan dan mengenali setiap peserta didiknya?” Sudah tentu masih ada tugas lanjutan yang perlu dituntaskan oleh guru sesudah mengenali masing-masing peserta didik. Tugas besar itu adalah memastikan bahwa setiap peserta didik di kelas dapat sukses dalam proses belajarnya.

Corak kelas akan sangat istimewa dengan komposisi peserta didik yang beragam. Bagaimana mungkin guru bisa mengakomodasi kebutuhan belajar peserta didik di kelas dengan keberagaman yang seperti itu? Sebuah pertanyaan kritis yang sering muncul ketika guru dituntut untuk mampu memberi layanan pembelajaran yang maksimal terhadap setiap peserta didik di kelas. Salah satu solusi yang relevan untuk menjawab persoalan ini adalah guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah solusi untuk memenuhi kebutuhan belajar masing-masing individu peserta didik.

Apa itu pembelajaran berdiferensiasi? Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap peserta didik. Tentang kebutuhan belajar peserta didik, dapat dibuat kategori sebagai mapping, yaitu berdasarkan tiga aspek: kesiapan belajar peserta didik, minat peserta didik, dan berdasarkan profil belajar peserta didik (Tomlinson-2001).

Guru pasti tahu bahwa peserta didik akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat dipraktikkan di kelas? Pada prinsipnya ketika berada di dalam kelas, setidaknya guru berurusan dengan tiga elemen kurikulum yaitu: konten (berhubungan dengan hal apa yang hendak dipelajari oleh peserta didik; proses (tentang cara yang disiasati oleh guru untuk menghubungkan peserta didik dengan ide-ide yang hendak dipahami atau informasi yang hendak diinternalisasi -pada bagian proses, guru mengembangkan cara yang sesuai bagi peserta didik -ini berkaitan dengan pertanyaan bagaimana peserta didik bisa memahami konten); dan produk (biasanya dikenal dengan istilah output -berkaitan dengan bagaimana peserta didik mendemonstrasikan apa yang telah pelajarinya.

Pembedaan elemen-elemen seperti yang sudah disebutkan terlebih dahulu itu, membantu guru untuk membuat strategi-strategi pendekatan yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan belajar masing-masing individu peserta didik. Strategi-strategi yang dikembangkan akan membantu peserta didik dengan tawaran tentang apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, bagaimana cara peserta didik mempelajarinya, dan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana peserta didik menunjukkan apa yang telah mereka berhasil pelajari.

Pada prinsipnya guru dapat melakukan modifikasi diferensiasi untuk tiga elemen yang ada. Guru dapat membuat modifikasi pada konten atau juga pada proses mapun pada produk. Tetapi tetap terbuka kemungkinan bagi guru untuk membuat diferensiasi pada ketiga elemen itu sekaligus. Diferensiasi pada tiga elemen itu sejatinya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan semua peserta didik dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik untuk kelas secara keseluruhan maupun untuk peserta didik secara individu

Masih ada pertanyaan reflektif yang muncul yakni tentang bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik dan membantu peserta didik mencapai hasil belajar secara optimal. Pembelajaran berdiferensiasi bertolak dari anggapan bahwa pembelajaran yang berhasil punya indikasi bahwa peserta didik terlibat, pembelajaran relevan dengan peserta didik dan tentunya prosesnya menarik bagi peserta didik. Anggapan yang ada itu membawa konsekuensi yakni tidak semua peserta didik dapat dibantu dengan cara yang sama untuk belajar sehingga mereka dapat terlibat, menemukan relevansi pembelajara dan menarik perhatian mereka. 

Pembelajaran berdiferensiasi mempunyai keunggulan karena mengakui bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman pada peserta didik harus  dibangun di atas pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman sebelumnya (fakta: tidak semua peserta didik memiliki kesiapan  belajar yang sama). Dengan pemahaman ini, pembelajaran berdiferensiasi mengisyaratkan bahwa guru seharusnya menyodorkan pengalaman belajar yang tepat; meskipun di kelas ada keragaman tingkatan bakat akademik pada peserta didiknya. Pengalaman belajar yang tepat juga mengikuti pengalaman yang menantang sehingga semua peserta didik mempunyai pengalaman belajar yang sama bermakna. Guru harus mempunyai kesadaran bahwa tidak semua gagasan mampu dicerna merata oleh semua peserta didik. Guru juga harus menyadari bahwa kadang kala ada tugas yang tidak menantang bagi beberapa peserta didik, bisa jadi justru sangat sulit untuk peserta didik lainnya. Guru memakai ukuran peserta didik, dan bukan ukurannya sebagai seorang guru.

Nilai terdalam dari praktik pembelajaran berdiferensiasi adalah: peserta didik dan guru sama-sama pembelajar. Barangkali guru memang tahu lebih banyak tentang konten yang hendak dikuasai oleh peserta didik. Tetapi guru tetap menjadi pribadi pembelajar karena akan terus berefleksi tentang cara yang sesuai sehingga bisa membantu peserta didik menguasai konten itu. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru dan peserta didik saling berkolaborasi untuk sama-sama berkembang. Selanjutnya guru akan membuat pemantauan untuk mengetahui tingkat kecocokan antara kebutuhan belajar peserta didik dan proses yang sudah dilakukan. Sebagai langkah lanjutan, guru akan terus membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan.

Sebagai sebuah pendekatan, pembelajaran berdiferensiasi tentu menjadi tepat pada guru yang tepat. Artinya, apapun pendekatan pembelajaran yang dipilih oleh seorang guru harus dibarengi dengan tanggung jawab penerapan pilihan itu. Hal itu tentu bisa diukur dengan capaian belajar peserta didik yang meningkat. Harus ada peningkatan atau kesuksesan dalam proses belajar peserta didik. Peserta didik yang sukses belajar bukan tentunya diukur dari kemampuan ensiklopedisnya tetapi diukur pada kemampuan kreativitas dan inovasi, kemampuan berkolaborasi, kemampuan berkomunikasi, serta kemampuan untuk berpikir kritis yaitu berorientasi pada pemecahan masalah.

Demikianlah guru perlu mahir membuat refleksi-refleksi sehingga guru dapat mengembangkan strategi-strategi pembelajarannya. Dengan refleksi, guru dapat mengembangkan kapasitas dan kompetensi diri demi membantu peserta didik mencapai sukses belajar. Refleksi adalah aktivitas penting yang dapat memberikan guru informasi tentang sejauh mana peserta didik telah menunjukkan kemajuan dalam belajar, dan menjadi bagian yang penting untuk menentukan strategi yang akan dilakukan dalam pembelajaran selanjutnya. Dalam konteks visi pendidikan di negeri kita, pengembangan-pengembangan ini dimaksudkan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila, yakni pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.